Hello! Pada kesempatan kali ini gue bakal mengulik salah satu temen gue
di Insan Cendekia. Awalnya sih iseng doang, terbersit di pikiran gue untuk
membuat sesuatu di hari yang spesial ini. Pada akhirnya, gue memutuskan untuk
membuat tulisan ini. Palingan sih bakal rada gaje, tapi baca aja. Yang jelas
ini bukan biografi atau apa lah.
Bisa dibilang, gue cukup dekat dan
sering berinteraksi dengan dia. Ini dimulai ketika kelas 10, dimana gue
ditempatkan bersama dia di sebuah kelas yang menamakan dirinya ‘HCl’ yang
merupakan singkatan dari ‘Hunger Class’. Rasanya bakal laper mulu deh kalo
masuk kelas ini. Tapi Insya Allah anggotanya ga ada yang obesitas karena tiap
hari ada aja yang bawa makanan. Hahaha. Dan lanjut kelas 11, ternyata gue sekelas
sama orang ini lagi, di Mikasa Ackerman. Alhasil, gue pun makin sering berinterkasi dengan dia. Yaa
mau gimana lagi, karena kita sering beraliansi dalam mengerjakan suatu proyek,
misalnya KIR dan makalah MTK.
Anak yang 17 tahun lalu lahir di
Garut ini emang asli orang sunda. Berdomisili di Garut, sering main ke Bandung,
dan jarang ke luar daerah Jawa Barat. Alhasil, bahasa sundanya lancar pisan
jiga tol cipali. Dia pun menjadi ‘translator’ buat teman-teman kelompoknya saat
kegiatan homestay di sebuah desa di Jawa Barat yang mayoritas penduduknya hanya
bisa berbahasa sunda. Dia mempunyai seorang Ayah yang gaul dan bawaannya
santai, Ummi yang sangat keibuan dan sering mengkhawatirkan anaknya, adik
perempuan pertama yang pinter kumon dan
adik perempuan kedua yang lucu banget.
Lanjut, dia ini suka banget baca
novel-novel thriller. Liat aja koleksi novel-novelnya. Ada novel Agatha
Cristhie setumpuk, novel Dan Brown seabrek, dan novel-novel sejenis lainnya.
Gue pun pernah dikenalkan pada salah satu novel Jeffery Deaver berjudul ‘Bone
Collector’ yang gue baca dengan dahi mengerut dan mata mengernyit. Yah
gimana ngga, dari judulnya aja keliatan sadisnya. Salah satu majalah kesukaan
dia adalah ‘Intisari’ yang meurut gue emang cukup bagus. Beberapa edisi dari
majalah tersebut pernah ia dapatkan secara illegal di perpustakaan sekolah.
Warna kesukaan dia merah, yang cukup menggambarkan dirinya yang pemberani dan
penuh semangat. Sifat berani dalam memutuskannya terkadang menguntungkan
terutama saat tragedi minjem neraca di lab fisika yang sepertinya ga perlu gue
tuliskan di sini. Satu lagi, tipe cowok kesukaannya adalah cowok yang berkulit
coklat dan berambut ikal. Sampe-sampe pernah ditulisin dalam sebuah syair buat
tugas bahasa Indonesia. Cieeeeeeeee.
Yang dibenci anak ini emang agak aneh;
FONT CALIBRI. Entah ada sesuatu apa di dalam font ini yang membuat dia tidak
rela ada salah satu karyanya yang pake font Calibri. Dia pun cukup sering
bermain dengan berbagai font, namun salah satu yang paling disukainya adalah
font Bebas. Sampe-sampe dia mampu mengidentifikasi beragam font yang ia lihat. Anak
ini juga anti banget sama yang namanya kelinci, ataupun segala yang berbulu. Pas
kelas 10, pernah ada kegiatan ke mana gitu (gue lupa) tapi intinya ada kita
ngelewatin kandang kelinci. Dan dia bener-bener ga mau masuk ke situ dan waktu
dijejelin kelinci dia menjerit ketakutan. Dia juga gak suka banci, dalam artian
cowok yang gak ‘cowok’. Dia suka sebel ngeliat cowok pake sarung kalo main
bola, apalagi yang bawa slide ke lapangan (kalo ini gue juga sebel).
Anak ini emang super deh. Dibalik kerjaannya
sebagai sekretaris SONLIS 2016 dan chief of editor Magnet 25, ia mampu mempertahankan
keapikan nilainya. Dibalik ‘kepremanannya’, kita bisa mengacungkan jempol untuk
‘keimanannya’ (?). Dibalik wajah songongnya di lapangan basket, ia memiliki
hati lembut bak ibu peri bagi teman-teman angkatannya. Semoga ke depannya Alya
tetaplah menjadi Alya, dan impiannya untuk menjadi bagian dari FTI ITB
terwujud. Dan…… Ara menjadi sejahtera bersama Faliha Alya!
Hint
: Pada 2 paragraf pertama, baca setiap huruf di awal kalimat sehabis titik.
Pada 4 paragraf selanjutnya, baca setiap huruf di awal paragraf. Coba rangkai
hurufnya! J
0 komentar:
Post a Comment